Dokter Hendra MKes, SpAnd
Orgasme merupakan tujuan dari suatu hubungan seks. Pengalaman yang menyenangkan dan nikmat ini dialami oleh masing-masing individu secara berbeda-beda. Orgasme pada pria ditandai dengan peristiwa ejakulasi (memancarnya cairan sperma). Namun, tidak semua wanita dapat benar-benar merasakan orgasme dalam suatu hubungan seks.
Informasi dan pengetahuan mengenai seks yang semakin mudah dan luas didapatkan, menyebabkan wanita ”menuntut” pengalaman yang menyenangkan tersebut dari pasangan seksnya. Pengetahuan seks yang kurang, minimnya komunikasi dan pemahaman yang salah terhadap aktivitas seks, termasuk orgasme, dapat menyebabkan permasalahan seksual yang akan merugikan kedua belah pihak.
Respon seksual seorang pria normal secara prinsip berbeda dengan respon seksual seorang wanita normal. Seorang pria dapat terbangkitkan secara cepat dorongan seksualnya dan terangsang secara seksual, namun dengan cepat pula akan mencapai kepuasan seksual. Berbeda dengan seorang wanita yang memerlukan waktu lebih lama untuk terangsang secara seksual, akan tetapi dalam waktu yang lama akan tetap berada dalam keadaan terangsang sebelum mencapai kepuasan seksual. Prinsip ini perlu dipahami dalam hubungan suami-istri di atas ranjang. Oleh karena itu penting sekali proses pemanasan (fore play) sebelum melakukan hubungan seksual. Sang suami perlu terlebih dahulu menstimulasi sang istri, sedapat mungkin tanpa menjadi terangsang terlebih dahulu (misalnya tanpa melepaskan pakaian). Pengaturan waktu untuk mulai terangsang dan mengalami orgasme secara bersama-sama (atau setidaknya mendekati waktu bersamaan) akan menjadikan hubungan seks sebagai pengalaman yang menyenangkan kedua belah pihak.
Respon yang ”terlalu” cepat untuk mencapai kepuasan seksual pada seorang pria, yang ditandai dengan ejakulasi sebelum diinginkan, kerap dijumpai di kalangan kaum pria. Kata ”terlalu cepat” sebenarnya sangat individual dan bersifat subyektif. Apabila hal tersebut tidak dapat diterima oleh pasangannya, baru dapat dikatakan menjadi suatu permasalahan seksual. Dapat pula terjadi, seorang pria yang sebenarnya ”normal” dalam mencapai orgasme dan ejakulasi, namun karena sang istri lebih lama terangsang dan disertai harapan yang lebih untuk mendapatkan orgasme, akhirnya menimbulkan persepsi ejakulasi dini tersebut. Bila masalah ejakulasi dini tersebut dibiarkan berlarut-larut, tidak jarang menyebabkan kekuatiran yang berlarut-larut pada diri seorang pria dalam melakukan aktivitas seks, kemudian mengurangi frekuensi hubungan seks, bahkan pada akhirnya berdampak pada gangguan ereksi.
Respon seksual seorang pria normal secara prinsip berbeda dengan respon seksual seorang wanita normal. Seorang pria dapat terbangkitkan secara cepat dorongan seksualnya dan terangsang secara seksual, namun dengan cepat pula akan mencapai kepuasan seksual. Berbeda dengan seorang wanita yang memerlukan waktu lebih lama untuk terangsang secara seksual, akan tetapi dalam waktu yang lama akan tetap berada dalam keadaan terangsang sebelum mencapai kepuasan seksual. Prinsip ini perlu dipahami dalam hubungan suami-istri di atas ranjang. Oleh karena itu penting sekali proses pemanasan (fore play) sebelum melakukan hubungan seksual. Sang suami perlu terlebih dahulu menstimulasi sang istri, sedapat mungkin tanpa menjadi terangsang terlebih dahulu (misalnya tanpa melepaskan pakaian). Pengaturan waktu untuk mulai terangsang dan mengalami orgasme secara bersama-sama (atau setidaknya mendekati waktu bersamaan) akan menjadikan hubungan seks sebagai pengalaman yang menyenangkan kedua belah pihak.
Respon yang ”terlalu” cepat untuk mencapai kepuasan seksual pada seorang pria, yang ditandai dengan ejakulasi sebelum diinginkan, kerap dijumpai di kalangan kaum pria. Kata ”terlalu cepat” sebenarnya sangat individual dan bersifat subyektif. Apabila hal tersebut tidak dapat diterima oleh pasangannya, baru dapat dikatakan menjadi suatu permasalahan seksual. Dapat pula terjadi, seorang pria yang sebenarnya ”normal” dalam mencapai orgasme dan ejakulasi, namun karena sang istri lebih lama terangsang dan disertai harapan yang lebih untuk mendapatkan orgasme, akhirnya menimbulkan persepsi ejakulasi dini tersebut. Bila masalah ejakulasi dini tersebut dibiarkan berlarut-larut, tidak jarang menyebabkan kekuatiran yang berlarut-larut pada diri seorang pria dalam melakukan aktivitas seks, kemudian mengurangi frekuensi hubungan seks, bahkan pada akhirnya berdampak pada gangguan ereksi.
Apakah Ejakulasi Dini itu?
Definisi ejakulasi dini secara praktis dapat diartikan sebagai suatu ketidakmampuan menetap atau berulang untuk menunda ejakulasi secara sadar, saat atau segera setelah penetrasi atau dengan stimulasi seksual minimal. Kriteria waktu yang ditetapkan oleh para ahli sangat bervariasi. Ada yang memberikan batasan waktu 1-7 menit, bahkan ada yang memberi batasan 8-15 kali gesekan. Pengukuran waktu tersebut tentu saja secara praktis tidak mungkin untuk dilakukan.
Seperti disfungsi seksual lainnya, ejakulasi dini (ED) merupakan suatu gejala/symptom patologis yang meliputi aspek intrapsikis, relasional, genetik, dan medis, lebih dari sekedar suatu penyakit atau kelainan. Oleh karena itu pendekatan klinis terhadap kasus ED perlu memperhatikan penyakit atau kelainan yang menyertainya, baik fisik maupun psikologis.
Aspek intrapsikis dimaksudkan bahwa seorang pria mempunyai ambang yang relatif rendah untuk mencapai kepuasan seksual, sehingga aktivitas seksual yang dilakukan relatif singkat untuk tercapainya orgasme – sekaligus ejakulasi. Salah satu faktor pengaruh adalah kebiasaan melakukan masturbasi pada saat muda, dimana aktivitas masturbasi tersebut dilakukan secara tergesa-gesa (karena alasan tempat, privasi yang kurang, dan lain-lain).
Selain faktor psikologis yang menyertainya, ED juga dipengaruhi faktor organik/fisik, mulai dari aspek genetik (sifat yang diturunkan dari orang tuanya) dan adanya kelainan fungsi otak (hipotalamus dan sistem limbik) maupun kelainan fungsi organ seks itu sendiri. Berdasarkan asumsi klinis tersebut, penyebab ED dapat bersifat psikogenik (merupakan penyebab terbanyak) dan organik. Pendekatan psikososial (psikodinamik) dari psikoseksologis dan pendekatan organik/medis dari andrologis diperlukan untuk menangani ED.
Aspek intrapsikis dimaksudkan bahwa seorang pria mempunyai ambang yang relatif rendah untuk mencapai kepuasan seksual, sehingga aktivitas seksual yang dilakukan relatif singkat untuk tercapainya orgasme – sekaligus ejakulasi. Salah satu faktor pengaruh adalah kebiasaan melakukan masturbasi pada saat muda, dimana aktivitas masturbasi tersebut dilakukan secara tergesa-gesa (karena alasan tempat, privasi yang kurang, dan lain-lain).
Selain faktor psikologis yang menyertainya, ED juga dipengaruhi faktor organik/fisik, mulai dari aspek genetik (sifat yang diturunkan dari orang tuanya) dan adanya kelainan fungsi otak (hipotalamus dan sistem limbik) maupun kelainan fungsi organ seks itu sendiri. Berdasarkan asumsi klinis tersebut, penyebab ED dapat bersifat psikogenik (merupakan penyebab terbanyak) dan organik. Pendekatan psikososial (psikodinamik) dari psikoseksologis dan pendekatan organik/medis dari andrologis diperlukan untuk menangani ED.
Ejakulasi pada manusia mengalami perkembangan evolusi menyertai seksualitas pria. Pada hewan, genitalia jantan dipersiapkan untuk mampu ejakulasi dalam waktu cepat dan cara yang aman sebagai mekanisme adaptasi (coitus citus). Sebagai contoh, simpanse memerlukan waktu 6 detik untuk mendekati pasangannya, penetrasi dan ejakulasi. Berbeda dengan manusia, aktivitas seksual pada manusia meliputi pula aspek kesenangan (pleasure), sehingga kemampuan mengontrol ejakulasi diperlukan dalam hubungan psikoseksual.
Waldinger (2002) mencatat bahwa laporan kasus ED belum pernah ada sampai dengan tahun 1887. Seorang psikoanalis, K. Abraham, memperkenalkan istilah ejakulatio praecox pada tahun 1917. Kinsey (1948), menolak ED sebagai disfungsi seksual, karena dalam penelitiannya mengenai seksualitas manusia, menemukan bahwa 75% pria akan mengalami ejakulasi 2 menit setelah penetrasi. ED menjadi isu penting dalam penampilan seksual pria, sejak evolusi feminis pada pertengahan tahun 1960, dengan diperkenalkannya orgasme pada wanita.
Waldinger (2002) mencatat bahwa laporan kasus ED belum pernah ada sampai dengan tahun 1887. Seorang psikoanalis, K. Abraham, memperkenalkan istilah ejakulatio praecox pada tahun 1917. Kinsey (1948), menolak ED sebagai disfungsi seksual, karena dalam penelitiannya mengenai seksualitas manusia, menemukan bahwa 75% pria akan mengalami ejakulasi 2 menit setelah penetrasi. ED menjadi isu penting dalam penampilan seksual pria, sejak evolusi feminis pada pertengahan tahun 1960, dengan diperkenalkannya orgasme pada wanita.
Penyebab Ejakulasi Dini
Selain faktor psikologis yang telah disinggung di atas, beberapa hal yang terkait dengan faktor fisik dan medis memberikan kontribusi terhadap terjadinya ED. Konsumsi obat-obatan tertentu dan rendahnya kadar hormon testosteron, adanya kelainan sistem saraf (baik saraf tulang belakang maupun saraf pusat), maupun adanya kelainan organ genital (hipersensitivitas penis, radang kronis prostat) dikatakan menjadi faktor penyebab fisik terjadinya ejakulasi dini.
Cara Mengatasi Ejakulasi Dini
Pasangan suami-istri biasanya menunggu waktu 2 tahun atau lebih, sebelum datang ke praktek dokter untuk mencari pertolongan. Keterbukaan untuk menyampaikan latar belakang terjadinya permasalahan ejakulasi dini sangat diperlukan dalam wawancara dengan dokter, baik pria itu sendiri maupun pasangannya, untuk mengetahui penyebab psikologis. Selain membantu mencari solusi penyebab permasalahan psikologis tersebut, dokter biasanya akan menyarankan beberapa latihan untuk dipraktekkan oleh pasangan. Beberapa diantaranya : teknik “sensate focus”, terapi perilaku dan latihan Kaegel.
Teknik ”sensate focus” bertujuan agar pasien belajar untuk menyadari pengalaman menyenangkan selama periode pra orgasme, menentukan saat “orgasmic point of no return” serta membedakan fase excitement dan orgasme. Dalam teknik ini diharapkan kedua pasangan dapat saling memberikan stimulasi seksual pada bagian tubuh selain genital, melakukan rangsangan genital untuk mendapatkan ereksi tanpa orgasme (dengan teknik ”squeeze” dan ”start stop”), melakukan hubungan seks dengan posisi wanita di atas, serta dilanjutkan dengan hubungan seks dengan variasi posisi.
Terapi perilaku merupakan sesi konseling untuk membantu mengatasi konflik, mengatasi masalah psikiatri lain dan mengatasi penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan. Pada sesi konseling ini akan ditekankan pada pasangan, bahwa terapi pasangan diperlukan untuk mencegah mispersepsi terhadap ED, mengurangi stress, meningkatkan intimasi dan kemampuan komunikasi tentang seks, dan meningkatkan keberhasilan terapi.
Kegel exercise merupakan latihan untuk memperkuat otot-otot dasar panggul (otot pubokoksigeus) yang berperan dalam pengaturan ejakulasi selama hubungan seks dilakukan. Seorang pria perlu berlatih untuk mengenal terlebih dahulu otot dasar panggul tersebut, dengan latihan ”menahan kencing”. Dengan mengetahui otot mana yang berkontraksi pada saat menahan kencing tersebut, selanjutnya otot tersebut dapat dilatih tanpa menahan kencing lagi. Secara singkat rumusan Kegel exercise : langkah pertama, kontraksi otot pubokoksigeus 5 detik, relaks 5 detik (ulangi 5 kali) ; dilanjutkan langkah kedua, kontraksi otot pubokoksigeus 5 kali secepat mungkin ; pada 1 sesi, ulangi prosedur 1 dan 2 di atas 5 kali, latih 5 sesi per hari.
Selain terapi konseling dan terapi latihan, dapat pula ditambahkan obat-obatan untuk mengatasi ejakulasi dini tersebut dan untuk mengatasi masalah medis lain yang mungkin menyertai ejakulasi dini.
Epilogi
Mengingat faktor subyektif yang cukup tinggi dalam permasalahan ejakulasi dini, seorang pria, termasuk pasangannya, perlu secara bijak menyikapi permasalahan ini. Waktu yang diperlukan untuk mencapai orgasme dalam suatu hubungan seks ditentukan oleh kedua pasangan secara individual. Kerap kali seseorang membandingkan waktu yang diperlukan untuk mencapai orgasme tersebut dengan orang lain, sehingga membuat seolah-olah mengalami ejakulasi dini, padahal selama kedua pasangan dapat terpuaskan secara seksual, hal tersebut tidak lagi menjadi permasalahan seksual.
Tidak jarang pula seorang pria merasa terlalu cepat (kebanyakan ingin memperlama) mengalami ejakulasi dan mencari berbagai cara dan pengobatan, yang pada akhirnya malah mengalami masalah.
)*Penulis adalah dokter spesialis Andrologi (Reproduksi & Seksualitas Pria)
Gelar Master di bidang Kesehatan Reproduksi – Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga
Pertanyaan seputar Kesehatan ? email ke : terapihijauku@gmail.com
Apabila anda mengalami keluhan dengan masalah kesehatan anda janganlah segan untuk berkonsultasi kepada kami.
Rumah Terapi Hijauku:
Perumahan Griya Citra Asri RM 25 / 1
Surabaya, Jawa Timur
Indonesia.
Telp. +6231 740 1567 / +6231 710 38470 / +6281 737 4336.
Contact Person : Agung Riyadi, SE.
Selain faktor psikologis yang telah disinggung di atas, beberapa hal yang terkait dengan faktor fisik dan medis memberikan kontribusi terhadap terjadinya ED. Konsumsi obat-obatan tertentu dan rendahnya kadar hormon testosteron, adanya kelainan sistem saraf (baik saraf tulang belakang maupun saraf pusat), maupun adanya kelainan organ genital (hipersensitivitas penis, radang kronis prostat) dikatakan menjadi faktor penyebab fisik terjadinya ejakulasi dini.
Cara Mengatasi Ejakulasi Dini
Pasangan suami-istri biasanya menunggu waktu 2 tahun atau lebih, sebelum datang ke praktek dokter untuk mencari pertolongan. Keterbukaan untuk menyampaikan latar belakang terjadinya permasalahan ejakulasi dini sangat diperlukan dalam wawancara dengan dokter, baik pria itu sendiri maupun pasangannya, untuk mengetahui penyebab psikologis. Selain membantu mencari solusi penyebab permasalahan psikologis tersebut, dokter biasanya akan menyarankan beberapa latihan untuk dipraktekkan oleh pasangan. Beberapa diantaranya : teknik “sensate focus”, terapi perilaku dan latihan Kaegel.
Teknik ”sensate focus” bertujuan agar pasien belajar untuk menyadari pengalaman menyenangkan selama periode pra orgasme, menentukan saat “orgasmic point of no return” serta membedakan fase excitement dan orgasme. Dalam teknik ini diharapkan kedua pasangan dapat saling memberikan stimulasi seksual pada bagian tubuh selain genital, melakukan rangsangan genital untuk mendapatkan ereksi tanpa orgasme (dengan teknik ”squeeze” dan ”start stop”), melakukan hubungan seks dengan posisi wanita di atas, serta dilanjutkan dengan hubungan seks dengan variasi posisi.
Terapi perilaku merupakan sesi konseling untuk membantu mengatasi konflik, mengatasi masalah psikiatri lain dan mengatasi penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan. Pada sesi konseling ini akan ditekankan pada pasangan, bahwa terapi pasangan diperlukan untuk mencegah mispersepsi terhadap ED, mengurangi stress, meningkatkan intimasi dan kemampuan komunikasi tentang seks, dan meningkatkan keberhasilan terapi.
Kegel exercise merupakan latihan untuk memperkuat otot-otot dasar panggul (otot pubokoksigeus) yang berperan dalam pengaturan ejakulasi selama hubungan seks dilakukan. Seorang pria perlu berlatih untuk mengenal terlebih dahulu otot dasar panggul tersebut, dengan latihan ”menahan kencing”. Dengan mengetahui otot mana yang berkontraksi pada saat menahan kencing tersebut, selanjutnya otot tersebut dapat dilatih tanpa menahan kencing lagi. Secara singkat rumusan Kegel exercise : langkah pertama, kontraksi otot pubokoksigeus 5 detik, relaks 5 detik (ulangi 5 kali) ; dilanjutkan langkah kedua, kontraksi otot pubokoksigeus 5 kali secepat mungkin ; pada 1 sesi, ulangi prosedur 1 dan 2 di atas 5 kali, latih 5 sesi per hari.
Selain terapi konseling dan terapi latihan, dapat pula ditambahkan obat-obatan untuk mengatasi ejakulasi dini tersebut dan untuk mengatasi masalah medis lain yang mungkin menyertai ejakulasi dini.
Epilogi
Mengingat faktor subyektif yang cukup tinggi dalam permasalahan ejakulasi dini, seorang pria, termasuk pasangannya, perlu secara bijak menyikapi permasalahan ini. Waktu yang diperlukan untuk mencapai orgasme dalam suatu hubungan seks ditentukan oleh kedua pasangan secara individual. Kerap kali seseorang membandingkan waktu yang diperlukan untuk mencapai orgasme tersebut dengan orang lain, sehingga membuat seolah-olah mengalami ejakulasi dini, padahal selama kedua pasangan dapat terpuaskan secara seksual, hal tersebut tidak lagi menjadi permasalahan seksual.
Tidak jarang pula seorang pria merasa terlalu cepat (kebanyakan ingin memperlama) mengalami ejakulasi dan mencari berbagai cara dan pengobatan, yang pada akhirnya malah mengalami masalah.
)*Penulis adalah dokter spesialis Andrologi (Reproduksi & Seksualitas Pria)
Gelar Master di bidang Kesehatan Reproduksi – Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga
Pertanyaan seputar Kesehatan ? email ke : terapihijauku@gmail.com
Apabila anda mengalami keluhan dengan masalah kesehatan anda janganlah segan untuk berkonsultasi kepada kami.
Rumah Terapi Hijauku:
Perumahan Griya Citra Asri RM 25 / 1
Surabaya, Jawa Timur
Indonesia.
Telp. +6231 740 1567 / +6231 710 38470 / +6281 737 4336.
Contact Person : Agung Riyadi, SE.